PENAJAM—Dr. Indrayani M.Pd., kembali ditunjuk sebagai pemateri pada acara “Peningkatan Indeks Literasi Masyarakat untuk Kesejahteraan Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU)” yang digelar di Kantor Perpusataan Kabupaten PPU, Senin (20/11/2023).
Kegiatan ini diprakarsai oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten PPU dan dihadiri oleh sejumlah pejabat di lingkungan Pemkab PPU, seluruh kepala SMA dan SMK yang ada di PPU serta pejabat vertikal lainnya.
Pada Kesempatan ini, Dr. Indrayani M.Pd menyampaikan, bahwa fenomena mengenai literasi di PPU sudah ada sejak tahun 2017 yang Ia ikuti. Dr. Indrayani sedikit bercerita masa lalu, bahwa tahun 2017 itu, Ia berkiblat dengan Mas Adi Kutu, dengan adanya gembel. Untuk itu Dr. Indrayani berkreasi untuk mencoba membuat Literasi Benuo Taka. “Kami mencoba melakukan kegiatan di anak-anak pesisir, untuk mengajarkan mereka practisi speaking. Tetapi kendala kita di PPU adalah tidak ada yang menjadi penggerak,” ujarnya.
Lebih lanjut Dr. Indrayani menyampaikan, untuk menjadi sebuah penggerak literasi saja, itu agak sulit menggerakan literasi. Di mana ini terkait dengan Sumber Daya Manusia (SDM). Untuk menjadi seorang pionir saja, tidak punya teman, tidak punya komunitas, maka agak sulit untuk menggerakan literasi.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh Dr. Indrayani, untuk meningkatkan indeks literasi pada masyarakat PPU masih tergolong rendah. Bahkan di Provinsi Kalimantan Timur, literasi di PPU terendah ke 2 setelah Berau. Jadi di PPU ini sangat banyak PRnya. Apa bila tidak mencoba mengeksplor apa yang menjadi kekurangan bahwa ini sebuah tantangan. “Sayapun sebagai anak Penajam Paser Utara, seorang putra daerah, bahwa ini adalah tanggungjawab kita bersama. Karena background saya pendidikan. Jadi di tahun 2020 salah satu keputusan besar yang saya ambil adalah untuk menjadi seorang Doktor, untuk menyiapkan SDM, yang siap untuk membangunn di PPU dan berkaintan dengan Ibu Kota Nusantara,” ujarnya.
Dr. Indrayani kembali menyampaikan, bahwa langkah konkrit yang Ia ambil secara personal adalah melanjutkan studi di S3. Ia mengatakan, saat menempuh pendidikan S3nya, hanya bermodalkan tekat. “Kalau bapak ibu tahu siapa orang tua saya, tidak akan menduga bagaimana seorang anaknya bisa menjadi seorang Doktor,” imbuh Dr. Indrayani disambut tepuk tangan meriah dari para peserta.
Ia berkeinginan untuk menjadi real model bagi anak-anak desa di PPU. Kendati hidup dalam keadaan susah jangan mewarisi kesusahan untuk generasi muda. Ia berpesan kepada para peserta, khususnya pelajar, agar terus melanjutkan sekolahnya. “Saya ini program sekolah saya semua dari bea siswa. Saya dapat bea siswa dari Bayan Resourch, beasiswa dari Kaltim Tuntas. Dan di Universitas Balikpapan saja juga mendapatkan beasiswa,” ujar Dr. Indrayani lagi.
Sebagai anak desa Giri Mukti bisa menjadi seorang Doktor di usia 30 tahun hanya bermodal beasiswa. Jadi jangan pernah takut untuk bermimpi. Untuk membangun literasi adalah bukan karena anak-anak malas membaca. Bukan pula anak-anak tidak punya komunitas baca. Tetapi karena orang tua, lingkungan informal yang harus dibangun saat ini. Karena berbicara melek literasi bukan hanya di sekolah dia belajar seperti apa. Sebab sekarang anak-anak belajar full day. 8 jam sehari. Dari Senin sampai dengan hari Jumat. Apakah 8 jam itu benar-benar mereka mendapatkan pelajaran dari guru? Tidak juga. Sebab anak murid yang bernyanyi sendiri. Dan itu sebuah keadaan real di lapangan. “Jadi berkenaan dengan literasi, harus dibangun. Pemerintah, masyarakat, komunitas, harus membangun sebuah pola bersama. Sehingga kita bisa membangun yang masyarakat yang sudah terliterasi ,” pungkasnya.
(ALT)